PESONA kuliner
di Kabupaten Purworejo seperti tidak ada habisnya. Setiap kawasan mempunyai
menu khas yang tidak terdapat di wilayah lainnya. Jadi, jika ingin mencicip
berbagai makanan khas, tinggal pilih mau ke mana arah yang dituju.
Wilayah selatan kabupaten itu juga menyimpan kulner khas bahkan
sangat tradisional, yakni sego penek. Sego penek merupakan masakan yang
mengkombinasikan nasi dengan sayur lodeh nangka dan daging atau jeroan ayam.
Tidak ada yang tahu secara pasti kapan makanan itu pertama kali muncul. Namun
masakan itu sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda dan Jepang.Bahkan sebagian
mempercayai kalau sego penek menjadi asupan energi tentara republik yang
berjuang di wilayah selatan Purworejo. "Tidak ada yang tahu pasti kapan
sego penek mulai dikenalkan.
Namun sudah sejak jaman perjuangan, banyak pejuang
yang makan," kata Suparti (60) pedagang sego penek asal Desa Kalirejo
Kecamatan Bagelen.Suparti menjelaskan, nasi tersebut pertama kali dibuat di
Pedukuhan Ngandul Desa Jenar Wetan Kecamatan Purwodadi. Kabarnya, sego penek
paling enak hanya buatan perempuan Ngandul atau anak keturunannya. "Meski
tinggal di Kalirejo, tapi saya asli Ngandul. Almarhum nenek dan ibu berprofesi
sebagai penjual sego penek, sekarang menurun pada saya," ucapnya saat
berdagang di Pasar Desa Soko Bagelen.Ia mengaku heran mengapa hanya nasi buatan
warga asli Ngandul yang terkenal enak. Padahal, bumbu yang digunakan sama
seperti resep membuat sayur lodeh nangka atau opor ayam lain, seperti kemiri,
jahe, lengkuas, daun salam, bawang serta garam. Tidak ada bumbu rahasia dalam
masakan itu.Namun yang membedakan dengan masakan kebanyakan, sego penek dibuat
sangat tradisional tanpa menggunakan penyedap rasa. Memasaknya juga khusus
menggunakan kayu bakar sehingga menimbulkan aroma khas pada makanan. "Dari
dulu tanpa pengawet dan penyedap, kekuatan rasa sepertinya muncul dari
penggunaan aneka bumbu," tuturnya.Pedagang di Jenar Wetan Sumirah (50)
menambahkan, sego penek tergolong menu masakan langka. Saat ini hanya tersisa
tidak lebih dari lima pedagang yang menjajakan menu itu di sejumlah pasar
tradisional wilayah Kecamatan Purwodadi dan Ngombol.Setiap hari, Sumirah
menghabiskan kurang lebih delapan kilogram nasi, tiga kilogram ayam serta satu
nangka berukuran besar. Menu tersebut juga terjangkau masyarakat kelas menengah
ke bawah karena hanya dijual antara Rp 4.000 - Rp 12.000 perporsi.(Jarot Sarwosambodo)
Post a Comment