Bedug Pendowo merupakan Bedug Raksasa kebanggaan masyarakat Purworejo.
Bedug ini mempunyai peranan sangat besar dalam penyebaran Islam di Purworejo.
Bedug ini juga dicatat sebagai Bedug terbesar di Dunia.
Purworejo adalah sebuah kota kecil di ujung
selatan Provinsi Jawa Tengah. Selain mempunyai wisata pantai, Purworejo juga
mempunyai wisata religi dan Budaya yang menajubkan yaitu Bedug Raksasa, yang sering di sebut Bedug Pendowo. Bedug ini terletak di
dalam Masjid Darul Muttaqien disebelah
barat alun-alun kota.
Menurut website resmi Pemerintah Kabupaten
Purworejo, menyebutkan bahwa bedug ini merupakan Bedug terbesar di Asia
Tenggara, bahkan di Dunia. Ukuran spesifikasinya adalah Panjang 292 cm,
keliling bagian depan 601 cm, keliling bagian belakang 564 cm, diameter
belakang 180 cm, diameter depan 194 cm dan bagian yang ditabuh terbuat dari Kulit Banteng.
Bedug ini dibuat sekitar tahun 1843 pada masa
pemerintahanAdipati Cokronagoro I,
Bupati pertama Purworejo. Beliau memerintahkan Tumenggung Prawironagoro dan Raden Patih Cokronagoro untuk
memimpin pembuatan Bedug ini. Dengan dibantu para Arsitek di Kadipaten,
Tumenggung Prawironagoro dan Raden patih Cokronagoro segera mempersiapkan
segala sesuatunya untuk menyelesaikan pembuatan Bedug.
Tumenggung Prawironagoro memilih kayu Jati Glondongansebagai bahan utama
pembuatan Bedug. Kayu Jati ini diambil dari pohon pilihan di desa Bragolan,
Kecamatan Purwodadi, Kabupaten Purworejo. Berbeda dengan pohon Jati pada
umumnya, pohon ini mempunyai keunikan yaitu bercabang lima, sehingga disebut Jati Pendowo ( Pendowo
dalam kisah Pewayangan Mahabharata mempunyai anggota sebanyak Lima.Oleh karena
itu disebut bahwa Pendowo = lima ).Itulah mengapa bedug ini dinamai
sebagai Bedug Pendowo
Menurut masyarakat setempat, pohon Jati pendowo ini dianggap pohon
keramat dan tempat bersarang mahluk halus jahat. Masyarakat melarang pohon ini
untuk ditebang. Tetapi, atas perintah Bupati Adipati Cokronagoro I yang tidak mempercayai mitos dan
tahayul, seorang ulama bernama Kyai Irsyad atau yang sering di
panggil Mbah Junus,berhasil
menebang pohon itu. Kemudian beliau menyerahkannya kepada Tumenggung
Prawironagoro.
Akhirya, Tumenggung Prawironagoro dan Raden
Patih Cokronagoro berhasil menyelesaikan pembuatan Bedug ini. Mereka
meletakkannya di dalam Masjid
Agung Kadipaten yang sekarang benama Masjid Darul Muttaqien. Hingga sekarang, Bedug Pendowo masih
terpelihara dan masih berfungsi dengan baik ditabuh saat waktu sholat tiba.
Para pembaca yang budiman, saya sebagai orang
Purworejo asli patut berbangga atas peninggalan Bedug Pendowo yang notabene
terbesar di dunia. Tetapi ada hal yang jauh lebih penting dari sekedar itu.
Suara Bedug Raksasa ini ketika ditabuh pertanda waktu sholat tiba, diharapkan
akan menggetarkan hati para pendengarnya. Kemudian, masyarakat berduyun-duyun
datang ke Masjid untuk menunaikan kewajiban mereka, sholat berjama’ah menyembah
sang Kholiq. ITU YANG LEBIH UTAMA. Salam
( RAHARDI WIDODO )
Post a Comment