Kue lompong adalah kue basah manis
yang terbuat dari adonan tepung beras ketan, gula kelapa, gula pasir
dengan isi bulir kacang tanah di dalamnya. Kue lompong menjadi
menarik karena bentuknya seperti kue mata sapi tetapi berwarna hitam.
Warna hitam pada kue ini berasal dari tanaman lompong atau lumbu atau
talas yang dilumatkan dan dicampur ke dalam adonan kue. Di samping
itu, kue ini dibungkus menggunakan klaras atau daun pisang yang sudah
kering
Sentra pembuatan kue lompong ada di Kelurahan Pangenrejo dan Pangen Jurutengah dan sebagian Kledung Kradenan. Kendati di luar desa tersebut ada yang membuat, namun skalanya kecil. Pemasaran hingga luar kabupaten seperti Yogyakarta, Muntilan, Magelang. Makanan itu tidak menggunakan bahan kimia seperti pewarna dan pengawet, sehingga masih aman dikonsumsi manusia. Cara pengolahannya pun masih sederhana dan tradisional, belum tersentuh teknologi modern.
Salah satu pembuatnya, Meiske Lystya Permatasari, (28), warga Jl Tentara Pelajar no. 24, ketika ditemui di rumahnya sekaligus sebagai sebagai tempat usaha, mengungkapkan bahwa ia membuat kue lompong sejak puluhan tahun silam. Keahliannya diperoleh dari kakeknya semasa masih hidup. Kemudian dilanjutkan ibunya, Ruth Ekayanti, yang sampai sekarang juga masih memproduksi. Setelah ia berkeluarga dan menempati rumah sendiri, ia juga membuat dan memasarkan hasil usahanya.
Tiap hari ia mampu menghabiskan tepung beras ketan sekitar 15 kg. Tiap satu kg beras ketan, membutuhan kacang tanah sekitar 7 ons. Ia dibantu 6 orang pekerja. Cara membuatnya, adonan tepung beras ketas diberi garam secukupnya, kemudian diaduk hingga kalis. Dibuat bulat-bulat, dan diisi adonan pecahan kacang tanah yang dibumbui gula kelapa. Setelah itu dipipihkan. Warna hitam sebagai cirikasnya, menggunakan tanaman lompong atau talas yang dibakar.
Sentra pembuatan kue lompong ada di Kelurahan Pangenrejo dan Pangen Jurutengah dan sebagian Kledung Kradenan. Kendati di luar desa tersebut ada yang membuat, namun skalanya kecil. Pemasaran hingga luar kabupaten seperti Yogyakarta, Muntilan, Magelang. Makanan itu tidak menggunakan bahan kimia seperti pewarna dan pengawet, sehingga masih aman dikonsumsi manusia. Cara pengolahannya pun masih sederhana dan tradisional, belum tersentuh teknologi modern.
Salah satu pembuatnya, Meiske Lystya Permatasari, (28), warga Jl Tentara Pelajar no. 24, ketika ditemui di rumahnya sekaligus sebagai sebagai tempat usaha, mengungkapkan bahwa ia membuat kue lompong sejak puluhan tahun silam. Keahliannya diperoleh dari kakeknya semasa masih hidup. Kemudian dilanjutkan ibunya, Ruth Ekayanti, yang sampai sekarang juga masih memproduksi. Setelah ia berkeluarga dan menempati rumah sendiri, ia juga membuat dan memasarkan hasil usahanya.
Tiap hari ia mampu menghabiskan tepung beras ketan sekitar 15 kg. Tiap satu kg beras ketan, membutuhan kacang tanah sekitar 7 ons. Ia dibantu 6 orang pekerja. Cara membuatnya, adonan tepung beras ketas diberi garam secukupnya, kemudian diaduk hingga kalis. Dibuat bulat-bulat, dan diisi adonan pecahan kacang tanah yang dibumbui gula kelapa. Setelah itu dipipihkan. Warna hitam sebagai cirikasnya, menggunakan tanaman lompong atau talas yang dibakar.
Setelah itu dibungkus menggunakan daun pisang kering
(klaras) yang telah dibesirhan dan sedikit dilumuri minyak kelapa. Bahan
pembungkus ini ternyata belum bisa digantikan bahan lain, seperti
plastik maupun daun bambu. Ia mengaku pernah mencoba beberapa alternatif
bungkus, namun tidak bisa selalu lengket. Demikian juga klarasnya harus
kering secara alami. Daun pisang kering dengan cara dijemur, teryata
membuat kue mudah busuk. Bungkusan diikat tali dari oman (gagang padi).
Bahan tersebut sampai saat ini tetap dipertahankan sebagai ciri kasnya.
Baru dikukus selama 2 jam. Pihaknya juga mencampurkan bumbu
rempah-rempah, namun ia rahasiakan, sebagai ciri kas kue buatannya.
Produksinya telah didaftarkan di Dinas Kesehatan Kabupaten Purwoejo dan
mendapatakan regster perusahaan industri rumah tangga (PIRT)
Kue
ini bisa bertahan hingga dua minggu bila tidak dimasukkan dalam lemari
pendingin. Bila dimasukan di lemari pendingin bisa mencapai satu bulan.
Bila mengeras ia menyarankan dikukus kembali. Ia membuat dua ukuran kue,
besar dan kecil. Tiap satu kg beras ketan bisa dibuat sekitar 45
bungkus ukuran kecil, dan 55 ukuran besar.
Pemasaran dengan model
dititipkan ke toko-toko penjual jajanan khas dan harga murah meriah.
Yaitu 1000 rupiah untuk kue lompong bungkus ukuran kecil, dan 1.500
untuk ukuran besar, serta 2000 rupiah untuk penjualan di luar kota.
Kue lompong buatannya diberi embel-embel nama Purworejo dibelakangnya,
ternyata lumayan sukses menarik minat konsumen. Terbukti dengan
jumlah jaringan pemasarannya yang kini mencapai 50 toko yang
tersebar di wilayah Purworejo, Secang, Magelang dan Yogya. Biasanya
penjualan kue Lompong akan meningkat menjelang masa liburan sekolah dan
lebaran.
Sumber :
http://www.purworejokab.go.id/news/serba-serbi/1620-kue-lompong-si-hitam-jajanan-asli-purworejo
Post a Comment